Oleh : Abdus Sair (Dosen Sosiologi FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya)
Pemilihan presiden tahun 2024 merupakan momen krusial yang akan membentuk arah dan karakter bangsa ini. Dalam menyongsong masa depan, khususnya terkait dengan pemberantasan korupsi dan peningkatan tata kelola pemerintahan, Indonesia membutuhkan pemimpin yang tulus dan berkomitmen. Ini penting karena Indonesia masih dihadapkan pada persoalan serius terkait dengan korupsi dan tata kelola pemerintahan.
Menurut Transparency International, peringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2022 adalah 34 dengan peringkat 110 dari 180 negara. Peringkat ini mencatat penurunan terparah sepanjang sejarah reformasi. Penurunan paling drastis ada dalam ranah sistem politik, konflik kepentingan antara politisi dan penerima suap, serta suap terkait izin ekspor-impor.
Kondisi lain adalah jumlah tersangka kasus korupsi di Indonesia. Data statistik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang tindak pidana korupsi sejak tahun 2004 hingga 13 Juli 2023 menunjukkan angka yang fantastis. Beberapa pihak yang menjadi tersangka secara berurut antara lain; pikak swasta, pejabat pelaksana eselon 1 sampai 4, anggota DPR dan DPRD, Wali Kota atau Bupati, kemudian profesi hakim, Gubernur, pengacara, jaksa, komisioner, korporasi, polisi, dan duta besar.
Kondisi di atas juga diperparah dengan ditetapkannya pejabat dan “komandan” pemberantasan korupsi, seperti Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum dan HAM) Edward Omar Sharif Hiariej yang menjadi tersangka dugaan kasus suap dan gratifikasi sebesar Rp 7 miliar, dan status tersangkat Ketua KPK Firli Bahuri oleh Polda Metro Jaya dalam kasus pemerasan SYL.
Sementara itu, terkait dengan tata kelola pemerintahan, kondisi Indonesia juga tidak baik-baik saja. Seperti yang disampaikan oleh Deputi Bidang Reformasi, Akuntabilitas dan Pengawasan KemenPANRB Erwan Agus Purwanto, Indonesia masih dihadapkan pada berbagai permasalahan yang sangat rumit. Seperti kurangnya transparansi dalam tata kelola, pelayanan yang sangat kompleks, persistensi ego sektoral yang tinggi, tumpang tindih kewenangan, duplikasi program atau kegiatan, hingga proses pengambilan keputusan yang panjang atau kurang didasarkan pada data, ditambah lagi kurangnya koordinasi antara Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah plus budaya birokrasi yang ewuh pakewuh.
Semua permasalahan tersebut mencerminkan bahwa ada banyak tugas besar yang harus diselesaikan oleh calon presiden untuk mewujudkan transformasi yang komprehensif, membangun fondasi yang kuat bagi kemajuan berkelanjutan, dan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
Apa Yang Perlu Dilakukan?
Penting bagi calon presiden untuk merangkul semua pihak dalam upaya pemberantasan korupsi dan perbaikan tata kelola pemerintahan. Peran ini tidak hanya menjadikan mereka sebagai pemimpin negara, tetapi juga sebagai pelopor perubahan menuju masyarakat yang lebih baik. Ini bukan hanya tugas, tetapi juga tantangan besar yang harus dihadapi dan diterima oleh calon presiden ke depan.
Korupsi dan tata kelola pemerintahan juga bukan sekadar isu teknis; keduanya memiliki peran sentral dalam membentuk karakter dan kualitas suatu bangsa. Sebagai isu yang kompleks, dampaknya tidak terbatas pada kinerja pemerintahan saja, melainkan dapat merasuk ke dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu, menjadi imperatif bagi pemimpin untuk tidak hanya mengenali kompleksitas isu ini tetapi juga merangkul tanggung jawab penuh dalam menghadapinya demi membangun fondasi yang kuat untuk masa depan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat.
Seorang calon presiden harus memahami dan memegang erat tanggung jawab dalam memperkuat kembali lembaga-lembaga antikorupsi, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keberhasilan dalam memerangi korupsi memerlukan komitmen penuh dari pemerintahan yang mendukung dan memberdayakan sepenuhnya lembaga-lembaga penegak hukum.
KPK, sebagai garda terdepan dalam perang melawan korupsi, harus diberdayakan dan diperkuat agar mampu menjalankan tugasnya tanpa terpengaruh oleh tekanan politik eksternal. Maka, calon presiden harus meneguhkan tekadnya untuk memberikan dukungan tanpa batas, memastikan kemandirian lembaga antikorupsi, sehingga mereka dapat beroperasi secara optimal dan efektif dalam menjaga integritas dan transparansi dalam tatanan pemerintahan.
Sementara dari sisi tata kelola pemerintahan yang baik, tidak hanya soal peraturan semata yang ditekankan, melainkan juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Seorang pemimpin yang efektif harus merancang ruang bagi partisipasi publik dan sungguh-sungguh mendengarkan aspirasi rakyat. Dengan menggandeng masyarakat, kita dapat membentuk mekanisme pengawasan yang lebih efisien, sekaligus mencegah praktik korupsi melalui pemantauan yang ketat.
Reformasi kebijakan bukan hanya sekadar langkah, melainkan menjadi landasan utama dalam menanggulangi akar permasalahan. Upaya penyederhanaan regulasi dan prosedur administratif, ditambah dengan inisiatif reformasi pada sektor-sektor krusial, akan membuka jalan menuju pemerintahan yang lebih efisien dan terhindar dari potensi celah korupsi.
Oleh karena itu, calon presiden ke depan diharapkan mampu memberikan dorongan nyata menuju perubahan positif dan memberikan fondasi yang lebih kokoh bagi tata kelola pemerintahan yang transparan dan efektif.
Ia mampu membangun tata kelola pemerintahan yang inklusif dan efisien. Mau melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, transparansi dalam penggunaan anggaran, dan reformasi birokrasi untuk meningkatkan efisiensi dan responsivitas pelayanan publik. Sekaligus ia memiliki rencana nyata untuk merombak sistem birokrasi yang seringkali menjadi tempat tumbuhnya praktik korupsi.
Di titik inilah, pemilihan presiden pada tahun 2024 menawarkan peluang berharga untuk memilih pemimpin yang memiliki kapasitas untuk memimpin upaya pemberantasan korupsi dan meningkatkan tata kelola pemerintahan.
Bagi pemilih, keputusan bijak dalam memilih calon presiden akan memainkan peran kunci dalam membentuk arah negara ini ke depannya. Masyarakat perlu memilih pemimpin yang memiliki gagasan dan tekad kuat untuk mewujudkan Indonesia yang lebih bersih, adil, dan efisien, bukan menawarkan lelucon dan gimmick.