OLEH : BAMBANG PRAKOSO, Kepala UPT Perpustakaan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS)
Literasi, sebuah istilah yang kian populer di Nusantara, menandakan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya literasi. Istilah ini berasal dari kata Latin “literatus”, yang berarti “orang yang belajar”, menunjukkan keterkaitan erat antara literasi dengan proses membaca dan menulis.
Literasi didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memanfaatkan potensi dan keterampilan mereka dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan aktivitas membaca dan menulis. Definisi lain menyebutkan bahwa literasi mencakup kemampuan individu dalam mengolah dan memahami informasi saat membaca, menulis, berhitung, dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks ilmu perpustakaan dan informasi, literasi baca-tulis dianggap sebagai dasar dari semua bentuk literasi. Awalnya, literasi baca-tulis dipahami secara harfiah sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis. Namun, seiring waktu, definisi ini telah berkembang dan bergeser. Sekarang, literasi baca-tulis juga mencakup pemahaman atas informasi, baik yang tertuang dalam media tulis konvensional maupun digital.
Selain itu, literasi baca-tulis juga dipahami sebagai keterampilan berkomunikasi sosial dalam masyarakat. Dalam konteks ini, baca-tulis dianggap sebagai kemahiran berwacana. Deklarasi Praha 2003 menegaskan bahwa literasi baca-tulis mencakup kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi baca-tulis juga dianggap sebagai praktik baik dalam menjalankan tugas kehidupan sebagai makhluk sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa, dan budaya.
Deklarasi UNESCO 2003 juga menekankan bahwa literasi baca-tulis melibatkan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan. Kemampuan-kemampuan ini diperlukan oleh setiap individu sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam masyarakat informasi, dan merupakan bagian dari hak dasar manusia untuk belajar sepanjang hayat (long life education).
Gelombang Informasi
Di tengah gelombang informasi yang datang dari berbagai media, baik cetak, audio visual, maupun sosial, kemampuan literasi baca-tulis menjadi sangat penting. Dengan kemampuan literasi baca-tulis yang memadai, kita sebagai individu dan makhluk sosial tidak akan mudah terombang-ambing oleh berbagai informasi yang datang bagai tsunami. Seperti yang disebutkan dalam serat Lokajaya, Anglaras Ilining Banyu Ageli, Ananging Ora Keli, kita harus mengikuti perkembangan zaman tetapi tetap mampu menyaring informasi yang bermanfaat dan yang tidak. Kita harus berhati-hati untuk tidak terbawa arus, menyebar informasi palsu atau hoax, atau bahkan terjebak dalam budaya digital yang merendahkan kemanusiaan.
Dengan kemampuan literasi baca-tulis yang baik, kita dapat meraih kemajuan dan keberhasilan secara personal maupun komunal. UNESCO menyatakan bahwa kemampuan literasi baca-tulis adalah titik pusat kemajuan, hal ini bukanlah suatu hal yang aneh. Global Monitoring Report Education for All (EFA) 2007: Literacy for All, menyimpulkan bahwa kemampuan literasi baca-tulis sangat fundamental bagi kehidupan modern. Seperti yang diungkapkan oleh Koichiro Matsuura, Direktur Umum UNESCO, kemampuan literasi baca-tulis adalah langkah pertama yang sangat penting untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
Vision Paper UNESCO (2004) menegaskan bahwa kemampuan literasi baca-tulis telah menjadi prasyarat partisipasi dalam berbagai kegiatan sosial, budaya, politik, dan ekonomi di era modern. Forum Ekonomi Dunia 2015 dan 2016 mendefinisikan literasi baca-tulis sebagai pengetahuan baca-tulis, kemampuan memahami baca-tulis, dan kemampuan menggunakan bahasa tulis.
Sejalan dengan itu, dalam Peta Jalan Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, literasi baca-tulis didefinisikan sebagai pengetahuan dan kemampuan membaca dan menulis, mengolah, dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis, serta kemampuan menganalisis, menanggapi, dan menggunakan bahasa.
Jadi, literasi baca-tulis adalah pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah, dan memahami informasi. Kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk menganalisis, menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan potensi diri, serta berpartisipasi dalam lingkungan sosial.
Literasi Sebagai Pondasi
Membangun sebuah negara tanpa literasi sama saja dengan membangun sebuah bangunan tanpa fondasi. Tidak mengherankan jika bangunan tersebut tidak akan kuat menopang beban di atasnya, tidak peduli seberapa bagus pilarnya. Dari sejarah, kita belajar bahwa fondasi pembangunan negara-negara maju adalah budaya baca dan tulis yang kuat di masyarakatnya. Budaya baca ini tidak hanya menjadi fondasi pembangunan negara, tetapi juga menjadi fondasi peradaban suatu bangsa dan bahkan mencapai skala personal yang dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang.
Fondasi kita saat ini sangat rapuh, hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016 tentang “Most Literate Nations in The World” menyebutkan bahwa Indonesia berada di urutan ke 60 dari 61 negara. Dengan kata lain, minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,01 persen atau satu dari sepuluh ribu.
Penelitian PISA juga menunjukkan bahwa tingkat literasi Indonesia rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Dalam penelitian tersebut, Indonesia berada di peringkat 62 dari 70 negara yang disurvei.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu dinamis telah meningkatkan kebutuhan akan informasi. Semua lapisan masyarakat dapat menyerap informasi melalui baca-tulis, karena baca-tulis merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan kreativitas seseorang. Dengan membaca, diharapkan pola pikir masyarakat dapat ditingkatkan yang pada akhirnya berdampak positif terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia. Salah satu jalan menuju kemerdekaan manusia secara personal, komunal, berbangsa dan bernegara adalah dengan menempuh jalan literasi. Literasi adalah tulang punggung peradaban yang memerdekakan manusia sebagai makhluk sosial yang tengah menjalankan tugas kehidupan.
Kegiatan membaca tidak dapat dipisahkan dari perpustakaan, karena perpustakaan adalah lembaga yang mengoleksi berbagai jenis bahan pustaka, meliputi berbagai disiplin ilmu, termasuk penyediaan informasi dari berbagai sumber. Perpustakaan juga merupakan kumpulan hasil karya bangsa yang bersifat intelektual dan budaya, serta merupakan lembaga warisan adiluhung Nusantara yang menjadi unsur perekat bangsa dalam membina negara kesatuan.