Gelar akademik yang panjang sering kali menjadi simbol pencapaian, tetapi bagi Dr. dr. Sukma Sahadewa, M.Kes., SH., MH., M.Sos., CLA, deretan gelar bukan sekadar kebanggaan, melainkan bukti dari semangat belajar yang tak pernah padam. Kini menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (FK UWKS) tempatnya dulu menimba ilmu sebagai mahasiswa. dr. Sukma membuktikan bahwa belajar bukan hanya soal akademik, tetapi juga perjalanan hidup yang tiada henti.
Sebagai seorang praktisi dan akademisi, dr. Sukma terus menyisihkan waktu untuk belajar. Terbaru, ia kembali meraih gelar Magister Manajemen Rumah Sakit dari ARS University, Bandung. Bagi sebagian orang, keterbatasan waktu menjadi alasan untuk berhenti, tetapi bagi dr. Sukma, justru di sanalah tantangannya: bagaimana menyeimbangkan tugas, pekerjaan, dan proses belajar. “Siapa yang berhenti belajar, berarti berhenti tumbuh.” Ungkapan ini menjadi prinsipnya dalam menjalani hidup. Ia percaya bahwa ilmu adalah investasi yang tidak akan pernah habis. Harta bisa berkurang, tetapi ilmu justru semakin bertambah jika terus diamalkan.
Menariknya, dr. Sukma mengakui bahwa dirinya dulu bukanlah orang yang gemar membaca. Namun, dunia akademik memaksanya untuk membiasakan diri dengan buku dan tugas. Dari situ ia menyadari bahwa pendidikan memang perlu sedikit paksaan agar akhirnya menjadi kebiasaan. "Setiap hari adalah kesempatan baru untuk belajar, karena ilmu adalah bekal perjalanan hidup." Pendidikan bukan sekadar mengumpulkan gelar, melainkan proses pembiasaan berpikir kritis, mencari solusi, dan memperkaya wawasan. Di sinilah letak pentingnya pendidikan: bukan hanya tentang mendapatkan pengetahuan, tetapi bagaimana membentuk karakter dan kebiasaan untuk terus berkembang.
Mengutip pemikiran Ki Hajar Dewantara, dr. Sukma menekankan bahwa belajar tidak terbatas pada ruang kelas atau gelar akademik. Setiap tempat bisa menjadi sekolah, dan setiap orang bisa menjadi guru. Dunia terus berubah, dan mereka yang berhenti belajar akan tertinggal. Ilmu yang luas justru membuat seseorang semakin sadar bahwa masih banyak hal yang belum diketahui. Semakin banyak belajar, semakin kecil rasanya ilmu yang dimiliki. Oleh karena itu, belajar harus menjadi perjalanan seumur hidup bukan sekadar demi nilai, tapi demi pemahaman yang lebih dalam tentang dunia dan kehidupan.
Bagi dr. Sukma, ilmu bukan hanya tentang memperoleh, tetapi juga tentang berbagi. Menuntut ilmu adalah ibadah, mempraktikkannya adalah kebajikan, dan membagikannya adalah keberkahan. Inilah yang membuatnya terus mengembangkan diri, baik sebagai dosen maupun sebagai praktisi. Dunia mungkin akan selalu berubah, tetapi satu hal yang pasti: ilmu adalah kunci untuk bertahan dan berkembang. Belajar bukan sekadar keharusan, tetapi investasi terbaik yang akan terus memberikan hasil sepanjang hidup.